Problematika Bahasa Indonesia
Negara Indonesia terdiri dari berbagai
suku yang tinggal di beberapa pulau. Negara Indonesia memiliki bahasa persatuan
yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat
penting kedudukannya dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia
diajarkan sejak kita menginjak bangku pendidikan. Bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi yang dijadikan status sebagai bahasa persatuan sangat penting untuk
diajarkan sejak dini.
Metode pengajaran bahasa Indonesia tidak
dapat menggunakan satu metode karena bahasa Indonesia sendiri yang bersifat
dinamis. Bahasa sendiri bukan sebagai ilmu tetapi sebagai keterampilan sehingga
penggunaan metode yang tepat perlu dilakukan. Pengajar Bahasa memiliki suatu kewajiban
untuk mempertahankan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
sekaligus memperjuangkan Bahasa Indonesia dapat diterima dan membuat tertarik
bangsa lain untuk mempelajarinya.
Di abad ini sumber-sumber informasi
telah berkembang pesat di luar sekolah dengan cara yang begitu menarik dan
ketika memasuki sekolah siswa sudah memiliki kekayaan informasi itu.
Pesan-pesan media yang dikemas dalam bentuk hiburan, iklan, atau berita sungguh
menarik para siswa dan ini bertolak belakang dengan pesan-pesan yang dikemas
para guru dalam pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang menarik akan memikat
anak-anak untuk terus dan betah mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa
ke-2 setelah bahasa ibu. Di sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia
sangat membosankan karena mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang
kurang menarik sehingga secara tidak langsung siswa menjadi lemah dalam
penangkapan materi tersebut.
Bahasa
Indonesia tidak akan terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia karena bahasa
Indonesia dijadikan alat berkomunikasi dengan berbagai suku di tanah air.
Bahasa Indonesia memang diajarkan sejak anak-anak, tetapi model pengajaran yang
baik dan benar tidak banyak dilakukan oleh seorang pengajar. Metode pengajaran
bahasa Indonesia tidak dapat menggunakan satu metode karena bahasa Indonesia
sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa sendiri bukan sebagai ilmu tetapi sebagai
keterampilan sehingga penggunaan metode yang tepat perlu dilakukan.
Pengajar
Bahasa memiliki suatu kewajiban untuk mempertahankan keberadaan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan sekaligus memperjuangkan Bahasa Indonesia
dapat diterima dan membuat tertarik bangsa lain untuk mempelajarinya. Bahasa
Indonesia dikatakan orang bahasa yang tersendiri terbukti misalnya, jika kita
menggunakan untuk suatu pengungkapan. Mengungkapkan sesuatu dengan Bahasa
Indonesia mendorong kita untuk:
1. Mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku
dalam Bahasa Indonesia, yaitu:
a. Tata bunyi (fonologi) bahasa
Indonesia
b. Tata bentuk (morfologi) bahasa
Indonesia
c. Tata kalimat (sintaksis) bahasa
Indonesia
d. Tata makna (semantik) bahasa
Indonesia
e. Tata penulisan (ejaan) bahasa
Indonesia
2. Mengikuti kebiasaan-kebiasaan
berbahasa dalam Bahasa Indonesia
Penyimpangan-penyimpangan
dari kaidah ataukah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku bagi bahasa Indonesia,
dinilai oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia sebagai kesalahan-kesalahan
yang kurang baik.
Demikian
pula pemindahan-pemindahan kaidah/kebiasaan dari bahasalain (transferensi
struktural) ke dalam bahasa Indonesia bisa kita kelompokkan untuk berkembangnya
bahasa campuran.
Salah satu alat pengikat atau alat
pemersatu rasa persatuan bangsa adalah persamaan bahasa atau satu bahasa yang
sama. Bahkan mungkin bahasa inilah alat pengikat yang paling kuat seperti yang
dikatakan oleh J. Vendreyes (1952,11). Dikatakannya bahwa bahasa itu adalah
alat pengikat sosial yang paling kuat bisa kita pahami, kalau hubungan dengan
kenyataan fungsi sosial budaya dari bahasa itu dalam masyarakatnya.
Menurut Stuart Chase (1995,101) suatu
bahasa di dalam masyarakatnya mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
a. Sebagai
alat komunikasi luar, yaitu alat komunikasi antar warga bangsa itu.
b. Sebagai
alat komunikasi dalam, yaitu alat komunikasi anggota masyarakat bangsa itu,
dengan dirinya sendiri komunikasi dalam ini biasanya seperti berpikir.
c. Sebagai
pembentuk pandangan hidup atau pandangan keduniaan dari bangsa itu.
Persamaan alat komunikasi itu, persamaan
berpikir dan persamaan pandangan keduniaan sudah tentu akan berakibat logis
timbulnya rasa persatuan diantara anggota masyarakat bangsa itu. Lebih-lebih
lagi kalau dilihat hubungan bangsa itu dengan kebudayaan.
Jika kita bandingkan dengan
bahasa-bahasa yang sudah mempunyai tradisi lama sebagai bahasa ilmu
pengetahuan, seperti bahasa Inggris, Belanda, Jerman, maka kondisi Bahasa
Indonesia belumlah bisa disetarfkan dengan bahasa-bahasa tersebut, minimal
dibidang perbendaharaan kata-kata istilah ilmiahnya. Istilah-istilah ilmiah
yang kita gunakan masih banyak yang menggunakan istilah asing atau yangdi ambil
dari istilah bahasa asing.
Kondisi Bahasa Indonesia seperti yang
disinyalir diatas harus dipahami dari
segi:
a. Masih
mudanya bahasa Indonesia
Jika kita sepakati Sumpah Pemuda (28
Oktober 1928) sebagai saat kelahiran bahasa Indonesia, maka usia bahasa
Indonesia sampai dengan sekarang ini baru menginjak 82 tahun.
b. Belum
banyaknya pengalaman bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan
Dipakainya bahasa Indonesia sebagai
bahasa ilmu pengetahuan secara resmi bersamaan dengan kelahiran Negara Republik
Indonesia (1945) dan secara operasional kira-kira di sekitar tahun 1950an.
Belum begitu banyak perbendaharaan kata bahasa Indonesia yang terangkat sebagai
istilah-istilah ilmiah disamping belum terampilnya beberan bahasa Indonesia
mengkomunikasikan deskripsi, analisa dan formulasi-formulasi ilmiah.
c. Bahasa
indonesia sedang tumbuh dan berkembang menuju kematangan dan kemoderenannya
Di dalam pertumbuhan dan perkembangan
ini, bahasa Indonesia banyak sekali mengadopsi ataupun mengadaptasi materi
bahasa-bahasa Nusantara ataupun bahasa-bahasa asing yang intensif kontaknya dengan
bahasa Indonesia. Di samping itu sedang dalam prosesnya para pencinta dan para
pembina bahasa Indonesia berusaha agar pengguna bahasa Indonesia (warga
Indonesia itu sendiri) menghasilkan bentukan-bentukan baru atupun memberi
nilai-nilai baru kepada unsur-unsur lama.
d. Bahasa
Indonesia adalah bahasa kedua bagi kebanyakan anggota masyarakat Indonesia,
dalam arti bahasa yang baru kemudian dipelajarinya setelah merekan terbiasa
dengan bahasa pertamanya (bahasa daerah).
Salah satu sumber kegagalan orang
mempelajari bahasa atau suatu bahasa tertentu ialah kekeliruan gagasannya
terhadap bahasa tersebut. Dikatakan demikian karena untuk mempelajari bahasa
itu, orang harus mempunyai gagasan yang benar (valid) terhadap bahasa pada
umumnya dan terhadap bahasa yang dipelajari pada khususnya. Banyak kekeliruan
gagasan yang masih berkembang di masyarakat kita diantaranya:
a. Bahasa
bukan warisan biologis
Pada zaman dulu ada anggapan bahwa
bahasa seperti halnya warna kulit, bentuk rambut dan lain sebagainya. Anggapan
bahwa bahasa itu warisan biologis, kemudian dibantah dengan keras oleh para
ahli bahasa modern. Mereka ini umumnya menyepakati bahwa bahasa bukanlah
warisan biologis. J. Vendreyes, seorang ahli bahasa berkebangsaan Perancis
misalnya mengemukakan ilustrasi bahwa seorang bayi Negro yang dibesarkan di
Perancis akan menguasai bahasa Perancis seperti anak-anak Perancis yang
lainnya. Jika kemudian si bayi ini menjadi seorang Negro, maka ia akan
mengalami kesulitan mempelajari bahasa Negro.
Hal ini disebabkan karena penguasaan
bahasa itu pada hakekatnya adalah hasil proses belajar, hasil proses
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakat tempat kita berada. Dalam
persoalan bahsa, pengaruh lingkungan dan masyarakat bahasa ini jauh lebih
menentukan sifatnya daripada warisan biologis.
b. Tidak
ada suatu bahasa yang lebih baik dari bahasa lainnya
Di dalam studi bahasa ada kecenderungan
untuk membandingkan bahasa yang satu dengan bahsa yang lainnya. Dalam
perbandingan ini, orang tidak berhenti pada sekedar membandingkan secara
deskriptif saja seperti yang diajarkan oleh Linguistik Komparatif.
Perbandingannya berkelanjutan dengan penilaian, yaitu mengukur kualitas bahasa
x dengan kondisi yang ada pada bahasa Y.
Pandangan seperti tersebut pada
hakekatnya bersumber pada kekeliruan gagasan yang menganggap suatu bahasa lebih
baik daripada bahasa yang lainnya.
c. Bahasa
tidak sama dengan pikiran dan juga tidak sama dengan logika
Pikiran dan bahasa adalah dua hal yang
berbeda, walaupun keduanya memang berhubungan erat sekali. Tetapai tidak pada
tempatnya kita mengidentikkan yang pertama dengan yang kedua. Pikiran itu
adalah psikis (kejiwaan), sedangkan bahasa lebih banyak merupakan proses
fisis-fisiologis. Selain daripadaitu kita harus sadar bahwa bahasa itu pada
hakekatnya adalah sistem simbol yang disepakati pemakaiannya oleh suatu
masyarakat bahasa sebagai alat komunikasi. Malahan simbol-simbol yang dipakai
dalam sistem itu mendekati arbitreris (S. Wojowasito, 1961:9-12)
Tentang logika yang katanya universal
sebagai landasan kaidah bahasa, antara lain dibantah kebenarannya oleh
Harimurti Kridalaksana. Menurut Harimurti, orang akan membuat kekeliruan kalau
dia beranggapan bahwa alam pikiran manusia itu sama pada tiap bangsa ataupun
setiap jaman. Alam pikiran manusia itu adalah hasil bentukan alam sekelilingnya
dan masyarakat tempat ia dilahirkan, sehingga ia akan mempunyai kerangka alam
pikiran yang bersifat khusus bagi setiap jaman dalam sejarah., bagi setiap
kelompok dalam masyarakat dan bagi setiap bangsa.
Berdasarkan fakta-fakta dan penjelasan
diatas, dapat kita jelaskan tentang Problematika Bahasa Indonesia berdasarkan
objek penyelidikan dan cara kerja Problematika Bahasa Indonesia.
A. Objek
Penyelidikan Problematika Bahasa Indonesia
PBI memilih objek penyelidikan Bahasa
Indonesia. Jika Bahasa Indonesia dipilih sebagai objek penyelidikan PBI ini,
tentu kemudian menimbulkan sederetan pertanyaan, antara lain sebagai berikut:
1. Aspek
yang mana dari Bahasa Indonesia yang disoroti oleh PBI?
Sebagaimana kita sadari bersama, bahasa
Indonesia sebagai suatu bahasa yang hidup dan dipakai oleh masyarakat
Indonesia, telah, sedang, dan akan mengalami pertumbuhan dan perkembangannya
untuk mencapai bentuk idealnya sebagai suatu bahasa yang mampu mewadahi ilmu
pengetahuan atau kebudayaan yang tinggi. Di dalam pertumbuhan dan perkembangan
ini, ada berbagai persoalan dan problema yang ada dalam diri bahasa Indonesia
itu sendiri atau sengaja diadakan oleh penyelidik bahasa Indonesia,
problema-problema yang ada dalam diri bahasa Indonesia antara lain dapat berupa
adanya gejala dualisme (bahkan mungkin polysme)
dalam bentuk (linguistic form),
struktur, sistem, dan moaning.
Gejal-gejala ini akan kita dapati pada
bagian sentral bahasa Indonesia, yaitu pada:
a. Sistem
gramatika BI
Dalam bidang ini kita akan dihadapkan
pada berbagai problem tentang morfem dan susunannya di dalam ucapan bahasa.
b. Dalam
bidang fonologi BI
Fonem-fonem dan susunan fonem bahasa
Indonesia banyak yang masih merupakan persoalan.
c. Dalam
bidang morfofonemik BI
Berbagai problema juga banyak terdapat
pada bagian periferis bahasaIndonesia, yaitu kalau kita sudah memasuki bidang
fonetik dan bidang semantik bahasa Indonesia.
Di samping materi yang faktual ini,
bahasa Indonesia sebagai objek problematika bahasa Indonesia dapat dijadikan
problema, yaitu sengaja ditimbulkan, kalau kita persoalkan misalnya:
a. Asal-usul
bahasa Indonesia
b. Masa
mula bahasa Indonesia
c. Kepribadian
bahasa Indonesia dalam wujud sistem dan strukturnya
Demikianlah objek-objek persoalan yang
akan dijangkau oleh problematika bahasa Indonesia. Pemilihan objek persoalan
ini sebagian besar merupakan kegiatan problematika bahasa Indonesia itu sendiri
menemukan dan menimbulkan persoalan-persoalan itu.
2. Apa
bedanya PBI dengan studi tatabahasa Indonesia?
Tentang tatabahasa, Bloomfield
mennyatakan bahwa tatabahasa itu berusaha menggambarkan aturan atau tata yang
ada dalam suatu bahasa. Tatabahasa itu memberikan norma-norma kepada pemakai
bahasa dan secara langsung atau tidak menyarankan agar aktualisasi bahasa itu
disesuaikan dengan norma-norma yang dirumuskannya.
Tatabahasa Indonesia itu pada dasarnya
membicarakan morfem-morfem dalam bahasa Indonesiaserta perwujudan susunannya di
dalam pemakaian dalam bahasa Indonesia. Perwujudan susunan morfem-morfem ini
melahirkan perumusan-perumusan yang mengandung tendensi menggambarkan
bentuk-bentuk yang betul atau salah, bentuk-bentuk yang lebih baik dan yang
kurang baik.
Dilihat dari uraian di atas, tatabahasa
tidak banyak akan melibatkan diri di dalam problema-problema yang mungkin ada.
Ataupun kalau ada maka tatabahasa itu secepat mungkin akan menetapkan mana
bentuk yang betul dan mana bentuk yang salah, atau mana dari bentuk itu yang
lebih baik dipakai dalam pengucapan bahasa.
Keadaannya akan berbeda sekali dengan
problematika bahasa Indonesia. Problematika bahasa Indonesia menempatkan
persoalan itu sebagai persoalan dengan berbagai kemungkinan cara pemecahan yang
mungkin diterapkan tanpa mengevaluasi manakah yag lebih baik dari bentuk-bentuk
yang ada itu.
3. Apakah
bedanya PBI dengan linguistik (Indonesia)?
Pokok-pokok pikiran H.A Gleason Jr
menyatakan:
a. Linguistik
itu adalah ilmu pengetahuan
b. Linguistik
itu memakai bahasa sebagai objek penyelidikannya
c. Linguistik
menyoroti bahasa itu dari dalam diri bahasa itu sendiri untuk memahami
strukturnya
Selanjutnya Gleason menjelaskan bahwa
untuk memahami struktur bahasa itu, para linguis memilih fonem-fonem dan
morfem-morfem bahasa itu sebagai basic unit, dan basic unit inilah kemudian
disusun teori-teori tentang bahasa.
Jika Gleason menggambarkan linguistik
itu dari segi proses atau cara kerjanya, maka Hockett menggambarkan linguistik
itu sebagai hasil. Ditinjau dari linguistik menurut pandangan Hockett ini, maka
tidak akan tampak garis pembeda yang jelas antara linguistik dan problematika
bahasa Indonesia.
Tinjauan linguistik terhadap bahasa
Indonesia akan berusaha merumuskan struktur bahasa Indonesia dengan basic unit
bahasa Indonesia, yang berupa morfem dan fonem-fonem dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan problematika bahasa Indonesia akan mewadahi materi-materi bahasa
Indonesia yang merupakan problema jika perumusan struktur itu dihubungkan
dengan kenyataan pengucapan bahasa Indonesia karena pengembangan linguistik
pada akhir-akhir ini merupakan garis perkembangan dari pemikiran Gleason.
B. Cara
Kerja Problematika Bahasa Indonesia
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa objek
penyelidikan problematika bahasa Indonesia itu pada pokoknya: problema-problema
yang ada ada diri bahasa Indonesia itu sendiri atau yang diadakan oleh para
penyelidik. Ini berarti problematika bahasa Indonesia menempuh cara kerja yang
bersifat komulatif dalam pemilihan bahannya. Dalam usaha memisahkan
problematika bahasa Indonesia dengan tatabahasa Indonesia dan linguistik,
membuat problematika bahasa indonesia menempuh cara kerja yang bersifat
selektif dan evaluatif di dalam pemilihan bahannya.
Materi problema yang sudah terkumpul itu
kemudian secara terpisah disoroti oleh problematika bahasa Indonesia dengan
tujuan yang lebih mendalam terhadap materi problema, maka metode pemecahan yang
ditempuh adalah metode historis-komparatif dan metode deskriptif-struktural
dalam hubungan saling mengisi. Kombinasi metode ini dipandang perlu, karena
kenyataan historis bahasa Indonesia itu sendiri sebagai suatu bahasa yang hidup
berdampingan dengan berbagai bahasa daerah dan mungkin jauhnya fakta-fakta yang
menunjukkan perbedan dari bahasa asalnya (bahasa melayu).
Untuk dikatakan bahwa bahasa Indonesia
itu merupakan bahasa asing bagi masyarakat bahasa daerah, itu tidak mungkin,
juga kalau dikatakan sebagai bahasa yang tidak asing sama sekalipun tidak
mungkin. Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang demikian ini menyebabkan
mudahnya peresapan unsur-unsur bahasa daerah itu, yang sering hanya bisa
dipahami secara historis-komparatif.
Semoga dengan adanya
penulisan mengenai problematika pengajaran bahasa Indonesia. Menjadikan
pengajar-pengajar lebih termotivasi untuk mengembangkan metode dalam pengajaran
dan sekaligus sebagai wacana baru bagi pengajaran bahasa Indonesia.