Saturday 6 April 2013

[Flash Fiction] Kopi Hitam di Hari Selasa


Kedatanganmu membunyikan lonceng di pintu café. Mataku mengikuti arah langkahmu. Sudah kuduga. Meja di sudut selalu menjadi pilihanmu. Apalagi dengan tirai hujan di luar. Tempat yang cocok untuk merenung. Demikian ujarmu suatu kali.

Aku menghampiri tempatmu. Senyummu langsung tersungging. Aku mengeluarkan buku catatan.

“Pesanan?”

“Seperti biasa.”

“Ada tambahan?”

Kau menggeleng. Aku beranjak mengambilkan permintaanmu. Kedatanganmu tiap pukul tiga di hari Selasa membuatku terbiasa. Selasa ketiga, kau meninggalkan nomor telepon di sudut taplak meja. Setelah itu, tak hanya Selasa, tiap Sabtu malam pun kau datang. Tidak untuk memesan, tapi menjemputku. Belakangan, kau tak lagi datang. Kemana kau menghilang?  

“Ini kopi pesananmu.”

“Takarannya?”

“Kopi hitam, diseduh hingga 780C dengan dua sendok gula.”

Ekspresimu tampak puas. Sembari kau menyesap kopi, aku melirik jam tangan dan mulai menghitung dalam hati.

“Ada yang ingin kubicarakan.”

“Nanti saja. Aku sedang bertugas.”

“Tapi ini tentang hubungan kita!”

“Kubilang nanti!”

Aku menepis genggamanmu dan melangkah pergi. Hitungan ketiga puluh tiga, kau tersedak. Lalu diam tak bergerak.

Kay, aku sudah tahu apa yang ingin kau bicarakan. Dua tetes arsenik, kukira cukup sebagai jawaban. Kilau cincin di jari manismu tlah membuatku gelap mata.

183 kata