A.
Hakikat
Bahasa Iklan
Manusia
dan bahasa adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Manusia sebagai mahkluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa ada manusia
lain. Dalam hidupnya, manusia selalu membutuhkan manusia lain. Oleh sebab itu,
manusia membutuhkan bahasa untuk menjalin komunikasi dengan manusia lain
sehingga terpenuhi kewajiban moral manusia sebagai mahkluk sosial. Dalam hal
ini, bahasa memainkan fungsinya sebagai alat komunikasi. Saat ini, berbagai
media komunikasi berkembang sangat pesat. Salah satu medianya adalah melalui
iklan di berbagai media. Meski dengan wujud yang berbeda, tetapi tetap saja bahasa
menjadi hal utama dalam penyampaiannya.
Iklan
sendiri dapat dijumpai setiap saat dan di manapun manusia berada. Perkembangan
media informatika semakin membuat itu menjadi lebih bervariasi. Hampir setiap
hari manusia disajikan berbagai iklan baik itu di majalah, koran, televisi,
radio, internet, bahkan di sepanjang jalan iklan dapat dijumpai. Iklan sendiri
dianggap sebagai media yang cukup efektif dalam menyampaikan informasi kepada
khalayak ramai.
Monle
Lee dan Carla Johnson mendefinisikan iklan sebagai sebuah komunikasi komersil
dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang
ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal seperti
televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame
luar ruang, atau kendaraan umum ( 2004:3). Iklan merupakan media komunikasi
massa.
Pemanfaatan
bahasa dalam iklan disesuaikan dengan kebutuhan dan demi tercapainya maksud
iklan itu sendiri. Secara khusus iklan di televisi lebih menekankan bahasa
tutur dalam menyampaikan maksudnya kepada orang lain. Hal itu dapat diungkapkan
oleh penutur dengan menggunakan kalimat imperatif, deklaratif, maupun
introgatif dengan maksud tercapainya pesan kepada masyarakat.
Menurut
Rot Zoill melalui Rendra Widyatama (2005:147) menjabarkan fungsi iklan dalam
empat fungsi. Keempat fungsi tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
a.
Fungsi Precipitation
Iklan
berfungsi untuk mempercepat berubahnya suatu kondisi dari keadaan yang semula
tidak dapat mengambil keputusan menjadi dapat mengambil keputusan. Sebagai
contoh adalah meningkatkan permintaan, menciptakan kesadaran dan pengetahuan
tentang sebuah produk.
b.
Fungsi Persuasion
Iklan
berfungsi untuk membangkitkan khalayak sesuai pesan yang diiklankan. Hal ini
meliputi daya tarik emosi, menyampaikan informasi tentang ciri suatu produk,
dan membujuk konsumen untuk membeli.
c.
Fungsi Reinforcement (meneguhkan sikap)
Iklan
mampu meneguhkan keputusan yang telah diambil oleh khalayak.
d.
Fungsi Reminder
Iklan
mampu mengingatkan dan semakin meneguhkan terhadap produk yang diiklankan. Iklan
di televisi memiliki kecendrungan menggunakan tindak tutur lisan yang berbeda
antara iklan satu dengan yang lain. Dengan kata lain, iklan di televisi
cenderung menggunakan bahasa percakapan. Percakapan itu sangat membantu
menjelaskan maksud percakapan sehingga kalimat yang digunakan kalimat efektif.
Bahkan jenis iklan yang sama pun memiliki tindak tutur yang berbeda pula.
Berbagai iklan yang ditayangkan di televisi memiliki keragaman demi menjaring
konsumennya dengan pengemasan bahasa yang semenarik mungkin. Bahkan demi
menjaring konsumen, setiap iklan menunjukkan keunggulan barang yang diiklankan.
Selain itu, iklan kerap kali ditayangkan berulang kali sehingga akan semakin
memberikan kesan yang dalam kepada konsumen terhadap produk yang ditawarkan.
Hal ini mempunyai maksud konsumen akan selalu ingat dengan tidak mempedulikan
produk sejenis.
Informasi iklan mempunyai empat unsur
yang menjadi pembangun wacana iklan, yaitu pengiklan, barang atau jasa yang
diiklankan, iklan, dan sasaran iklan. Termasuk di dalam unsur pengiklan adalah
pihak yang punya produk barang jasa yang diiklankan dan biro jasa periklanan
atau pembuat iklan. Masing-masing subunsur itu biasanya hadir dengan
keperluannya masing-masing. Pemasang iklan hadir dengan keperluan agar produk,
jasa, atau imbauan-imbauannya dapat sampai ke sasaran iklan secara efektif. Hal
ini tidak berarti bahwa biro iklan tidak punya pengetahuan tentang konsumen bahkan
ada biro iklan yang amat bertanggung jawab pada masyarakat sehingga berani
menolak membuat iklan-iklan tertentu tetapi pengetahuannya tentang selera
konsumen hanya merupakan faktor pendukung saja dalam memproduksi iklan.
Iklan
sendiri, baik iklan yang komersial, nonkomersial, maupun iklan korporasi, pada
dasarnya adalah satu bentuk wacana direktif atau imperatif yang tertuang dalam
bahasa audio, visual, dan verbal. Fungsi direktif dan imperatif iklan
disampaikan melalui media suara (audio), media gambar (visual), dan media
bahasa (verbal). Bahasa yang digunakan di dalam iklan selalu memberi sugesti
atau mengarahkan masyarakat agar mengkonsumsi atau melakukan aksi tertentu.
Sebagai
komunikasi yang efektif, iklan harus mampu membangun persepsi masyarakat
konsumen menjadi seperti yang dikehendaki pemasang dan pembuat iklan, yaitu
bahwa menggunakan barang dan jasa yang diiklankan atau melakukan aksi seperti
yang dimbau dalam iklan akan mendatangkan sangat banyak manfaat kepada konsumen
dan juga masyarakat secara umum.
Bagian
dalam iklan, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian pokok, yaitu
bagian deskripsi dan bagian direktif. Dalam iklan-iklan panjang, misalnya iklan
dalam bentuk advertorial, bagian
deskripsi lebih dominan daripada bagian direktifnya. Bahkan, bagian direktifnya
sering juga ditiadakan. Iklan seperti itu umumnya ditujukan kepada konsumen
yang telah mempunyai kematangan analisis sehingga makna imperatif dari iklan
itu dapat dibangun sendiri dengan mengembangkan hubungan kausalitas dari fakta
yang diuraikan dalam iklan. Dalam iklan-iklan pendek, biasanya bagian direktif
menjadi lebih dominan kecuali jika makna direktifnya dapat dipahami secara
mudah atau telah menjadi pemahaman bersama. Boleh dikatakan, semakin panjang
iklan semakin dominan unsur deskriptifnya.
Keberhasilan sebuah iklan diawali dengan
keberhasilan seorang penulis naskah iklan (copywriter). Seorang penulis naskah
iklan dituntut punya kemahiran berbahasa yang memadai. Dengan modal kemahiran
berbahasa yang memadai, penulis naskah iklan dapat memainkan bahasanya hingga
memperoleh efek yang diinginkan. Dalam iklan Indonesia, kemahiran berbahasa
Indonesia saja ternyata tidak cukup. Pemahaman atau penguasaan ragam bahasa
bahkan juga berbagai bahasa daerah di Indonesia menjadi kemahiran penting juga
bagi penulis naskah iklan Indonesia. Kadang-kadang ambiguitas yang dibangun
dari keragaman bahasa, menjadi pengingat verbal yang baik.
B.
Ragam, Sifat, dan Prinsip Bahasa Jurnalistik
Bahasa
jurnalistik merupakan salah satu cabang ilmu jurnalistik. Jurnalistik adalah
ilmu yang terus berkembang berdasarkan norma-norma yang ada. Di Indonesia, ilmu
jurnalistik ini harus disesuaikan dengan falsafah Negara kesatuan republik
Indonesia yaitu Pancasila (Patmono, 1993:1). Ilmu jurnalistik mempunyai landasan
yang kuat dan manfaat jelas yakni landasan ontologis, epistemologis, dan
aksiologis. Sugono (2009: 15) mengelompokkan ragam bahasa jurnalistik ke dalam
ragam bahasa berdasarkan pokok persoalan. Perbedaaan setiap ragam ditandai
dengan kata-kata yang khas digunakan untuk setiap ragam. Kata-kata seperti
cetakan, tulisan, dan editor banyak
digunakan dalam ragam jurnalistik.
Ragam bahasa
jurnalistik memiliki kaidah tersendiri yang membedakan dengan ragam lain. Menurut
Anwar (dalam Efendi, 2008:65) bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang
digunakan walaupun dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa.
Karakteristik bahasa jurnalistik dipengaruhi banyak hal yang terkait dengan
penentuan masalah, jenis tulisan, pembagian tulisan, dan sumber.
Leech
mengemukakan empat prinsip retorika tekstual yang harus dimiliki agar bahasa
jurnalistik mudah dipahami, keempat prinsip itu antara lain:
1. Prinsip prosesibilitas menganjurkan agar
teks dapat disajikan sedemikian rupa sehingga mudah dipahami pembaca. Dalam proses memahami pesan, penulis harus
menentukan (a) bagaimana membagi pesa-pesan menjadi satuan; (b) bagaimana
tingkat subordinasi dan seberapa penting masing-masing satuan; (c) bagaimana
mengurutkan satuan-satuan pesan itu.
2. Prinsip kejelasan, yaitu agar teks mudah
dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar teks tidak ambigu. Teks yang tidak
ambigu memudahkan pembaca untuk memahami.
3. Prinsip ekonomi, yakni teks harus
ditulis sesingkat mungkin tanpa harus merusak pesan.
4. Prinsip ekspresivitas, prinsip ini menganjurkan
agar teks dikontruksikan selaras dengan aspek-aspek pesan.
Bahasa
jurnalistik mempunyai sifat yang khas dan unik. sifat ini menjadi ciri khas
dari bahasa jurnalistik walaupun menyalahi tata bahasa. Bahasa jurnalistik
dikenal juga bahasa pers. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa kreatif dalam
bahasa Indonesia. Bahasa sifat khas jurnalistik yakni sebagai berikut:
1. Singkat, artinya bahasa harus
menghindari penjelasan yang panjang dan tidak penting.
2. Padat, artinya bahasa jurnalistik harus
mampu menyampaikan informasi secara lengkap. Menerapkan prinsip 5 W dan 1 H,
membuang kata-kata mubazir, dan menerapkan prinsip ekonomi kata.
3. Sederhana, artinya bahasa jurnalistik
sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal sederhana, bukan kalimat majemuk yang
panjang, rumit, dan kompleks.
4. Lugas, artinya bahasa jurnalistik
menyampaikan informasi secara langsung.
5. Menarik, artinya dengan menggunakan
pilihan kata yang hidup, tumbuh, dan berkembang.
6. Jelas, artinya informasi yang
disampaikan dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum.
C.
Bahasa Iklan dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat
Iklan
merupakan media promosi bagi kalangan yang ingin menginformasikan antara lain,
barang ide, dan jasa. Untuk menyampaikan informasi atau pesan dalam iklan,
digunakan bahasa. Penggunaan bahasa dalam iklan bertujuan untuk mempengaruhi
pembaca atau pendengar. Dengan demikian, pembuat semenarik mungkin sehingga
tujuan atau fungsi persuasif dapat dicapai.
Pada
kesempatan ini akan dibahas bahasa iklan dari segi strukturnya. Struktur bahasa
yang dibahas dikelompokkan berdasarkan tataran bahasa yakni; frase, klausa dan
kalimat. Setiap tataran akan dibahas struktur dan maknanya. Dia samping itu,
dibahas juga informasi dan maksud yang disampaikan oleh iklan.
Teori
yang digunakan untuk menjelaskan masalah ini adalah menyangkut instruktur
bahasa. Teori struktur bahasa yang digunakan antara lain, frase, klausa, dan kalimat. Bahasa
dalam iklan dapat dijelaskan berdasarkan tataran bahasa yaitu frase, klausa,
dan kalimat. Frase dalam teks iklan ada dua tipe yaitu frase endosentris dan
eksosentris. Frase endosentris dapat dibedakan menjadi eksosntris. Frase
endosentris dapat dibedakan menjadi endosentris yang koordinatif, endosentris
yang atributif dan endosentris yang apositif. Selanjutnya frase eksosentris
dapat dibedakan menjadi eksosentris yang direktif preposional, dan yang
nondirektif.
Klausa adalah teks iklan berdasarkan kategori, kata atau frase yang menduduki P
ada dua jenis yaitu klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal terdiri
atas klausa transitif dan verbal intransitif. Sebaliknya, klausa nonverbal terdiri
atas lima jenis yaitu,
klausa
adjektif, klausa nominal, klausa numeral, dan klausa depan. Kalimat dalam teks iklan
berdasarkan jumlah klausa pembentukan kalimat terdiri atas kalimat tunggal dan
kalimat majemuk. Informasi yang disampaikan melalui teks iklan adalah membeikan
penjelasan tentang barang yang dipromosikan. Sebaliknya, maksud yang
disampaikan adalah pemujian dan pengajakan terhadap hal yang dipromosikan.
D.
Penyimpangan Bahasa Iklan dan Contoh Analisis
Kesalahan Bahasa Iklan
Terdapat
beberapa penyimpangan bahasa iklan dari kaidah bahasa Indonesia baku, yakni:
1.
Penyimpangan Klerikal (Ejaan dan Tanda baca)
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai di dalam
surat kabar, baik media cetak maupun media elektronik seperti iklan di televisi.
Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata. Kesalahan tanda baca dapat
dijumpai dalam penggunaan tanda titik (.), tanda koma (,), tanda hubung (-),
dan lain-lain.
Jika dilihat dari segi ejaan, bahasa iklan sudah
sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. Namun, masih terdapat ejaan khas yang
menimbulkan kesalahan. Penggunaan tanda titik (.) dan tanda koma (,) untuk
kalimat deklaratif sering dilupakaan dalam iklan. Kalimat-kalimat iklan sering
melupakan tanda titik sehingga menimbulkan kalimat dalam iklan seolah-olah
sebuah judul karangan. Contoh kalimat iklan, antara lain:
v Lebih dari oli pelumas berteknologi (iklan
Oli Castrol di Trans 7)
v Diputer, dijilat, dicelupin makan oreo
(iklan Oreo di Trans TV)
2. Penyimpangan gramatikal yang terdiri
atas:
a.
Kesalahan pemenggalan
Pemenggalan
kata ketika ganti baris terkesan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan
pemenggalannya menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini
sebenarnya sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Contoh
pemenggalan kata yang salah tersebut antara lain:
v Surya 12, taklukkan tantanganmu! (iklan
Surya 12 di RCTI)
v Awali dengan sikat gigi, tuntaskan
dengan Listerine. (iklan Listerine di Trans TV)
b.
Penyimpangan Morfologis
Penyimpangan
ini sering ditemui dalam pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan
afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.
Begitu juga pada penggunaan frase atau kelompok kata.
Kesalahan
yang sering terjadi pada aspek morfologi adalah penggunaan afiksasi yang tidak
sesuai dengan kaidah bahasa indonesia. Kata-kata dalam bahasa Indonesia sering
diberi afiksasi yang salah. Kesalahan ini dipandang sebagai hal yang wajar
sehingga pembaca (baca penikmat iklan) menganggap sesuatu yang benar. Contoh
kalimat iklan:
v Pembersih porselin, nggak bikin cape
dech…..!!! (iklan WPC di indosiar).
v Alaminya bikin semua kebaikan.
(iklan The Gelas di RCTI)
c.
Kesalahan Sintaksis
Kesalahan berupa pemakaian tata bahasa dan
sruktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal
ini disebabkan karena logika yang kurang bagus. Kesalahan dalam sintaksis
terjadi karena logika yang kurang bagus. Kesalahan berupa tata bahasa atau
struktur kalimat yang kurang benar sehingga menyalahkan pengertian. Contoh
kalimat iklan:
v Tumbuh tuh ke atas, enggak ke samping (iklan
Cerebrovit di RCTI)
v Nyaman kapan aja! (iklan Laurier di Trans
7)
3.
Penyimpangan Semantik
Kesalahan
atau penyimpangan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan atau
meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Kadang kala bahasa iklan mengangkat
diksi yang berbaur kekerasan dan menimbulkan suatu pertikaian antar pihak
karena bahasa yang digunakan sangat menyinggung pribadi tertentu.
Kesalahan
pada aspek semantik terjadi karena penggunaan prinsip kesopanan atau lebih
meminimalkan dampak buruk penyajiaan iklan. Kesopanan yang digunakan
menyebabkan terjadi pemilihan kata-kata yang kurang cocok. Contoh kalimat
Iklan:
v Energen untuk menang tiap
hari.(iklan Energen di Trans TV)
v Rinso cair, menghilangkan noda 2X lebih
efektif. (iklan Rinso di Global TV)
4.
Penyimpangan Aspek Kewacanaan
Penyimpangan bahasa iklan dari aspek kewacanaan
dilihat dari makna bahasa yang berkaitan dengan aktivitas dan sistem-sistem di
luar bahasa. Bahasa iklan merupakan teks wacana dari bentuk pemakaian bahasa
yang diatur oleh sistem sosial budaya. Analisis fungsional menekankan pada
makna sosial dan makna budaya. Pemakaian bahasa dalam iklan dengan makna yang
terselubung berarti memberikan informasi yang tidak akurat, tidak disampaikan
secara terbuka tetapi dibungkus oleh tuturan yang diperhalus, diajarkan atau dipositifkan.
Jika dihubungkan dengan peristiwa tutur maka bahasa
iklan seharusnya mampu mewujudkan tiga unsur peristiwa tutur, yaitu:
a. Field
yaitu berhubungan dengan apa yang sering terjadi pada bidang tertentu
b. Tenor yaitu berkaitan dengan partisipan
yang tersangkut dalam interaksi verbal
c. Mode yaitu berkaitan dengan pemilihan
bentuk bahasa yang harus digunakan dalam bentuk interaksi.
Contoh kalimat iklan yang menyimpang dari aspek
kewacanaannya, antara lain:
v Molto ultra wanginya lebih lama dan tak terkalahkan.
(iklan molto ultra di SCTV)
v Jupiter ZR, yang lain ketinggalan.
(iklan motor Jupiter ZR di SCTV)
5.
Peminjaman Istilah-istilah atau Perkataan-perkataan
Asing yang Populer di Masyarakat
Penggunaan
istilah-istilah asing banyak dijumpai dalam media massa padahal pengganti
istilah asing sudah diserap dalam istilah bahasa Indonesia. Contohnya saja dari
aspek kosa katanya. Kosa kata yang digunakan dalam iklan banyak mengunakan
bahasa asing dan bahasa daerah. Penggunaan kata tersebut seharusnya mengikuti
aturan tata bahasa Indonesia. Penggunaan kata asing dan daerah seharusnya
dimiringkan tetapi di dalam bahasa iklan tidak ditulis miring. Kesalahan dalam
bahasa iklan pada umum terjadi pada aspek kosa kata. Contoh kalimat iklan
tersebut, yaitu:
v Suzuki way of life!! (iklan
Suzuki di RCTI)
Sonice, enak bro!!(iklan
Sonice di TRANS TV)